Rabu, 29 Sept '10
16.12
"Hai.. Apa kabarmu, rumput ku? Apakah engkau baik-baik saja? Aku heran melihatmu dan memandangmu.. Engkau sungguh menakjubkan.. Engkau fenomena alam istimewa bagiku di sore ini.
Aku tidak pernah mengundangmu hadir di hidupku. Tapi mengapa engkau ada? di jejeran tembok tak indah itu? Ughh.. tempatmu aneh, rumput. Seaneh kehadiranmu di muka bumi ini. Seaneh eksistensimu di depanku.
Aku tidak pernah menaruh bibitmu di tembok itu. Mengapa engkau bisa tumbuh di tempat tak elok itu. AKu tak tahu dari mana datangmu. Bagaimana mungkin engkau hadir dan mampu tumbuh?
Di mana akarmu? aku tak melihat jelas..
Akh.. ternyata tertanam di tembok bata itu yah? Aneh.. Aku tidak pernah melihat ada orang yang memupuk mu.. Engkau tumbuh luar biasa. Tempo itu, bukankah engkau sudah kami cabuti? sampai ke akarnya? Ketika itu tinggimu hampir 40 cm.. Cukup rindang dan lebat.
Engkau sungguh fenomenal. Apa yang engkau rasakan, duhai rumput? Apakah engkau merasakan galaunya hati manusia? Apakah engkau berduka dalam keterpurukan tempat tinggalmu? Uggghhhh... rumput, engkau sungguh hebat.
Engkau dicabuti, dan kehidupanmu di rampas, tapi engkau tetap tumbuh.. Dari mana engkau makan, duhai rumput? Bagaimana engkau bisa tumbuh? Beri aku jawaban. Jika engkau saja dapat tumbuh dengan keterbatasan tempat tinggalmu.. Bukankah aku seharusnya mampu bertahan hidup melebihimu?
Benar juga, kata PENCIPTA kita yah.. Jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkan IA akan mendandani aku?
Terima kasih rumput, engkau juga mengajariku.."
-Aku-
Manusia kerdil.
16.31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar